Berbagi Pengetahuan, Pengalaman dan Belajar Bersama Budidaya Lebah penghasil madu tanpa sengat (stingless bee) dari genus Trigona yang di Pulau Kalimantan dikenal dengan nama Lebah Kelulut.
Senin, 18 Mei 2020
Memperoleh Koloni Tanpa harus menebangi
Di Brazil, sejak tahun 2004 koloni lebah Trigona (Kelulut) yang boleh diperjual belikan adalah hasil dari budidaya (pecah koloni). Sedangkan pengambilan dari alam hanya diperbolehkan dengan cara membuat perangkap dengan sarang buatan (sumber majalah Trubus). Di Indonesia, kami masih belum mengetahui apakah ada hal serupa yang mengatur tentang budidaya Trigona (kelulut) secara nasional. Namun, untuk Kalimantan Selatan terdapat surat edaran dari Dinas Kehutanan Kalsel Nomor: 522/22.431/PMPPS/Dishut/2018 tanggal 30 November 2018 yang menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan pohon di dalam maupun luar Kawasan hutan untuk mengambil koloni kelulut.
Dinas Kehutanan Kalsel juga menghimbau agar pengambilan koloni harus menggunakan cara ramah lingkungan tanpa menebang pohon. Kemudian mengembangkan koloni yang sudah dipelihara dengan cara pemecahan koloni. Dinas kehutanan akan melakukan sosialisasi, pelatihan untuk pengembangan koloni kelulut dengan cara ramah lingkungan kepada masyarakat dan kelompok budidaya lebah madu kelulut.
Dinas Kehutanan Kalsel mengeluarkan himbauan seperti ini kemungkinan karena menyadari bahwa memperoleh kelulut khususnya jenis Itama dengan menebang pohon seperti pedang bermata dua. Di satu sisi usaha tersebut merupakan aksi penyelamatan populasi itama di alam dengan dibudidayakan dan di kembangkan di tempat lain. Di sisi lain penebangan pohon berisi koloni itama bisa merusak vegetasi hutan dan membuat semakin langkanya koloni itama di habitat aslinya.
Hal tersebut sesuai dengan penuturan para pembudidaya di beberapa kabupaten sekitar Kawasan pegunungan meratus Kalimantan Selatan. Menurut mereka saat ini koloni kelulut di alam semakin langka, para pemburu log harus semakin jauh masuk ke dalam hutan untuk bisa memperoleh koloni kelulut dan harganyapun menjadi terus meningkat. Bila ini terus berlanjut bisa jadi kedepannya koloni itama bisa semakin menghilang di habitat aslinya.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa pembudidaya kelulut di Kalimantan Selatan mulai mengembangan metode pecah koloni kelulut Itama dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Misalnya seperti Pa Sugeng Cerena peternak lebah dari Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Beliau mengembangkan dan mengajarkan metode pecah koloni dengan membuat kotak budidaya yang diletakkan di atas log berisi kelulut yang telurnya akan naik topping. Setelah sebagian telur naik ke kotak budidaya tersebut maka bisa diangkat untuk split / pecah koloni dengan minim kerusakan telur. Beliau bahkan mendokumentasikan proses pecah koloni tersebut dan membagikannya di Youtube.
Metode lain dilakukan oleh Pa Albi, yang memiliki ternak kelulut di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Beliau membuat sarang buatan hanya dengan botol bekas air mineral 1,5 liter sebagai perangkap koloni itama yang mencari sarang baru saat terjadi pecah koloni alami. Botol mineral tersebut diisi dengan propolis dan luarnya dibungkus dengan karton tebal agar suhunya terjaga dan kedap cahaya ditambah plastik gelap agar tahan diguyur hujan. Beliau membuat banyak botol perangkap sekaligus dan diletakkan di lokasi budidaya miliknya. Perangkap ini juga bisa diaplikasikan di lokasi yang banyak terdapat koloni kelulut.
Perangkap kelulut juga diaplikasikan oleh Pa Fatturrahman pembudidaya kelulut dari Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Beliau membuat perangkap kelulut dari beberapa batang bambu dan diletakkan di rumah maupun Gedung tua kosong yang disana banyak terdapat koloni kelulut jenis Fuscobalteata bersarang. Setelah beberapa bulan dicek satu persatu perangkap tersebut dan yang berisi koloni kelulut bisa dibawa pulang. Dengan metode pecah koloni dan perangkap kelulut ini, kita bisa memperoleh koloni kelulut secara gratis.
Selain contoh metode di atas, sebenarnya banyak lagi cara pecah koloni dan perangkap kelulut lainnya yang digunakan oleh beberapa pembudidaya. Namun menggunakan cara ini tentu memakan waktu lebih lama untuk memperoleh koloni kelulut yang bahkan bisa memakan waktu berbulan-bulan. Namun apabila ini terus dikembangkan dan dilakukan oleh sebanyak-banyaknya para pembudidaya dan pencari koloni maka diharapkan metode pengambilan kelulut dengan metode menebang pohon dapat terus berkurang, vegetasi tetap terjaga dan koloni kelulut bisa tetap hidup di habitat aslinya. Dinas Kehutanan dan para pembudidaya kelulut akan menjadi pemeran utama dalam upaya pelestarian alam dan pengembangan populasi kelulut di seluruh Indonesia.
Disusun Oleh Ahmad Ridha
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar